SIDIKPOST | JAKARTA – Sebanyak 27 titik reklame berjalan yang terpasang pada kendaraan milik PT Transportasi Jakarta (PT TJ) belum terdaftar sebagai objek pajak.
Temuan ini terungkap dalam laporan BPK Perwakilan DKI Jakarta yang berpotensi merugikan penerimaan pajak daerah.
Kondisi ini menjadi perhatian serius bagi berbagai pihak, khususnya dalam upaya mengoptimalkan sumber pendapatan daerah dari pajak reklame.
Ketua DPD Lembaga Swadaya Masyarakat Pemerhati Penegakan Hukum dan Keadilan (LSM PPHK) Provinsi DKI Jakarta, Awy Ezyari, S.E., M.M., menegaskan pentingnya peran pajak reklame dalam mendukung keberlanjutan keuangan daerah.
“Pemprov DKI Jakarta menargetkan penerimaan pajak reklame sebesar Rp1 triliun untuk tahun 2023, namun hingga akhir September, realisasinya baru mencapai Rp719,9 miliar atau sekitar 71,99% dari target. Kehilangan potensi pajak dari 27 titik reklame yang belum terdaftar ini tentu akan berdampak pada pencapaian target pendapatan daerah,” ujarnya dalam pernyataan yang dikeluarkan pada Kamis (26/12/2024).
Berdasarkan data yang ada, reklame berjalan pada kendaraan PT TJ melibatkan tiga mitra perusahaan. PT PH, dengan 24 titik reklame, hanya 16 yang terdaftar; PT CV, dengan 67 titik reklame, baru 57 yang terdaftar; dan PT MG, dengan 12 titik reklame, hanya 3 yang terdaftar.
Ke-27 titik reklame ini, yang belum tercatat dalam sistem pajak daerah, jelas bertentangan dengan Perda Nomor 12 Tahun 2011 dan Pergub Nomor 24 Tahun 2022, yang mengatur kewajiban pendaftaran dan pembayaran pajak untuk reklame berjalan.
Awy Ezyari menegaskan bahwa Bapenda DKI Jakarta harus segera melakukan penelusuran terhadap titik-titik reklame yang belum terdaftar ini dan memastikan agar pemungutan pajak berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. “Langkah ini sangat penting, selain untuk meningkatkan pendapatan daerah, juga untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi yang telah ditetapkan,” tegas Awy.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga merekomendasikan kepada Gubernur DKI Jakarta untuk segera memerintahkan Kepala Bapenda agar mempercepat pendataan dan pengukuhan objek pajak reklame, serta melakukan penagihan pajak atas reklame yang telah terpasang namun belum terdaftar. Langkah ini dianggap krusial untuk menutup potensi kebocoran pajak yang merugikan kas daerah.
Dengan melakukan penegakan terhadap Perda dan Pergub yang ada, diharapkan pemerintah Provinsi DKI Jakarta dapat lebih optimal dalam mengelola pendapatan daerah yang bersumber dari pajak reklame, serta memperkuat kepatuhan hukum yang mendukung pembangunan ekonomi daerah. (SDP)