cerpen kehidupan dan cinta: “pendakian terindah: hilangnya arah kompas rumah tangga”

 

“Bukan puncak gunung yang membuat kita bahagia, Namun siapa yang tetap menggenggam erat tangan kita di saat jalan mulai terjal.”

Advertisements

Di balik kabut yang dingin serta pemandangan indah di pegunungan Dieng dan derasnya arus Sungai serayu, cinta mereka tumbuh di atas jalur tracking. Embun pagi yang menyelimuti bumi menebarkan kesejukan yang mengagumkan.

Namanya ARIS ABDULLAH, mahasiswa jurusan Keamanan Siber Universitas Matahari Indonesia dan kekasihnya, DITTA YULIANTI mahasiswi Pendidikan di Universitas yang sama.

Mereka bertemu dalam organisasi pecinta alam, Mapala Jati Semesta dan sejak itu, mereka mendaki bersama, menjalani kuliah dan kegiatan secara bersama, jatuh bangun bersama, tertawa dan menangis bersama selama hampir enam tahun.

Di jalur pendakian mereka bukan hanya belajar bertahan dari dinginnya malam dan jalur terjal, tapi juga dari perbedaan ego dan prinsip, Karena cinta yang terus membara, cukup sebagai perapian dalam perjalanan pendakian yang dingin sekaligus melelahkan.


Enam bulan sebelum mereka menikah, di bawah langit sore yang menghangatkan bumi perkemahan terakhir mereka sebagai pasangan kekasih, Aris ingin menyampaikan sesuatu yang sudah lama ia pikirkan.

Baca Juga   H. Sachrudin Tutup Gelaran Festival Budaya Kota Tangerang 2022

Ia lalu duduk bersama Ditta di atas batu besar menghadap matahari yang mulai condong ke barat. Suara burung terakhir dan desir angin yang membawa aroma tanah basah menemani mereka.

Aris mengeluarkan sebuah amplop dari kantong dalam jaket gunungnya, amplop itu sudah usang, sudut-sudutnya kusut karena terlalu sering dibuka dan ditutup.

“Ditta, Aku harus jujur padamu, tentang masa laluku, Aku bukan orang baik dan sebelum kita naik ke pelaminan aku harus memberitahumu,”

katanya pelan.

“Aku dulu pernah menjalin hubungan serius dengan seorang perempuan.”

Ditta menoleh dengan menatap tajam, tidak terkejut, namun matanya penuh pertanyaan. Ia diam.

“Masa laluku… Dia seorang janda, Kami bersama hampir dua tahun, dahulu Aku sangat mencintainya, tapi takdir bicara lain dan Aku tidak ingin suatu hari nanti kau mendengar ini dari orang lain, atau masa laluku datang menghantam masa depan kita.”

Aris menyerahkan amplop itu. Di dalamnya, satu lembar foto dirinya dan kekasih masa lalunya yang sudah usang.

Baca Juga   Ruslan: Santri dengan Bakat Seni Lukis yang Menginspirasi

Ditta memandangi foto itu. Wajah perempuan itu terlihat Cantik, ramah dan Dewasa,

“Kenapa kalian berpisah?”

tanya Ditta dengan tenang tanpa emosi.

Aris menarik napas panjang,

“Karena dia memilih ingin buru-buru menikah lagi Dengan lelaki yang lebih stabil secara ekonominya dan Waktu Itu Aku mengerti karena Aku juga belum siap.”

Ditta mengembalikan foto itu hanya berkata lembut,

“Aku tidak takut pada masa lalumu, namun ku ingin tahu apakah kau sudah benar-benar melepaskannya.”

Aris mengangguk,

“Aku sudah lama melepaskannya namun, aku tidak ingin memulai sesuatu yang baru dengan kebohongan.”

Ditta diam, lalu menatapnya lebih dalam,

“Terima kasih sudah kau jujur, namu kamu harus tahu… aku bukan perempuan yang kuat seperti di gunung, Kalau nanti kamu goyah atau bayangan itu datang lagi… aku bisa rapuh. Setalah turun dari gunung, bakarlah foto itu.”

Aris memegang erat tangan Ditta lalu berkata lembut,

“Iya nanti setelah turun aku bakar. Aku hanya ingin selalu mendaki kehidupan ini bersamamu, Selamanya. Bukan dengan bayangan siapa pun.”

Hari itu mereka saling berpelukan dalam senja yang perlahan menutup hari.

Meski mereka yakin telah menaklukkan puncak kejujuran, tidak ada yang tahu bahwa bayangan masa lalu terkadang tidak tinggal di belakang. Kadang ia menyelinap masuk di waktu-waktu paling lengah dan menjadi senjata bagi mereka yang ingin memecah rumah yang sedang dibangun.

Mereka berdua sangat menyadari bahwa,

“Pernikahan yang akan mereka bangun merupakan pendakian paling panjang, butuh kompas hati, bukan hanya restu yang setengah hati dan Kejujuran menjadi batu pijakan cinta, meski kadang mengungkap masa lalu bisa menggoyahkan masa depan.”

Bersambung….

Ardhi Morsse, Sabtu 14 Juni 2025

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *