P3KHAM UNS Usulkan Empat Rekomendasi untuk Perbaikan Kebijakan Keadilan Restoratif

SIDIKPOST| Yogyakarta, 22 Februari 2025 – Pusat Penelitian dan Pengembangan Konstitusi dan Hak Asasi Manusia (P3KHAM) Universitas Sebelas Maret (UNS) menyampaikan empat rekomendasi untuk memperbaiki kebijakan keadilan restoratif di Indonesia. Rekomendasi ini disampaikan usai pelaksanaan Focus Group Discussion (FGD) yang berlangsung di Hotel Santika, Yogyakarta, Jumat (21/2).

Menurut Kepala P3KHAM UNS, Dr. Heri Hartanto, S.H., M.H., kebijakan keadilan restoratif masih menuai pro dan kontra, terutama karena implementasinya sering kali menimbulkan ketidakpastian hukum. Ia menyoroti adanya potensi penyalahgunaan kewenangan serta minimnya inisiatif dari korban dalam penerapan kebijakan ini.

Advertisements

“Praktik keadilan restoratif rentan terhadap gugatan praperadilan dari pihak di luar aparat penegak hukum dan korban kejahatan karena dianggap menyimpang dari sistem peradilan pidana konvensional. Padahal, konsep dasarnya adalah menyeimbangkan keadilan antara pelaku, korban, dan proses hukum yang adil,” jelasnya.

Empat rekomendasi utama yang diajukan P3KHAM UNS:

  1. Peningkatan mekanisme kontrol antar aparat penegak hukum (APH). Diperlukan checks and balances antara kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan dalam menerapkan keadilan restoratif. Misalnya, jaksa sebagai dominus litis dapat mengawasi proses penyidikan untuk mencegah penyalahgunaan wewenang.
  2. Penguatan pengawasan publik. Partisipasi masyarakat dalam mengawal kebijakan keadilan restoratif harus diperkuat, baik dalam tahap penyelidikan, penyidikan, hingga pengadilan. Transparansi dalam proses ini penting untuk memastikan keadilan substansial bagi semua pihak.
  3. Regulasi yang lebih komprehensif. Dibutuhkan payung hukum berupa revisi KUHAP yang memasukkan norma keadilan restoratif. Saat ini, kebijakan tersebut hanya diatur dalam berbagai peraturan internal institusi penegak hukum yang sering kali menimbulkan ego sektoral dan perbedaan persepsi dalam pelaksanaannya.
  4. Peningkatan koordinasi antar lembaga penegak hukum. Revisi KUHAP juga harus mengakomodasi penguatan peran dan fungsi APH, terutama dalam mekanisme koordinasi dan kontrol dalam penerapan keadilan restoratif.
Baca Juga   Polsek Samboja Gelar Pengamanan Pospam Ops Ketupat Mahakam 2021

FGD ini menghadirkan berbagai narasumber dari akademisi hukum, hakim, jaksa, advokat, serta mahasiswa hukum dari berbagai perguruan tinggi di Yogyakarta dan Jawa Tengah.

Guru Besar FH UNS, Prof. Dr. Hari Purwadi, S.H., M.Hum., menegaskan bahwa sistem peradilan pidana Indonesia selama ini lebih berorientasi pada keadilan retributif yang cenderung berpihak pada pelaku, sehingga perspektif korban sering terabaikan.

Dalam diskusi juga disampaikan bahwa kebijakan keadilan restoratif telah diakomodasi melalui berbagai peraturan, seperti KUHAP, UU Kejaksaan, dan sejumlah Peraturan Mahkamah Agung (Perma). Beberapa regulasi yang mendukung penerapan keadilan restoratif antara lain:

  • Perma No. 2 Tahun 2012 tentang batasan tindak pidana ringan
  • Perma No. 4 Tahun 2014 tentang diversi dalam peradilan anak
  • Perma No. 1 Tahun 2020 tentang pedoman pemidanaan dalam kasus Tipikor
  • Perma No. 1 Tahun 2024 tentang pedoman mengadili perkara pidana berbasis keadilan restoratif

Selain itu, dua institusi penegak hukum utama juga telah mengeluarkan regulasi terkait:

  • Peraturan Kejaksaan No. 15 Tahun 2020 tentang penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif
  • Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2021 tentang penanganan tindak pidana berbasis keadilan restoratif
Baca Juga   Buron Selama 6 Tahun, Akhirnya Mafia Tanah ini Serahkan Diri Ke Tim Tabur Kejagung

Dengan rekomendasi ini, P3KHAM UNS berharap kebijakan keadilan restoratif di Indonesia dapat diterapkan dengan lebih adil, transparan, dan tidak menimbulkan konflik antar lembaga penegak hukum maupun di masyarakat. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *