Do’s and Dont’s apa saja dalam melaksanakan adaptasi bangunan cagar budaya yang dapat disepakati bersama masyarakat? Kompromi apa yang dapat ditawarkan agar semua pemangku kepentingan dapat turut aktif melestarikan cagar budaya.Permasalahan ini akan dibahas dalam Seminar Nasional bertopik “Permasalahan di Seputar Adaptasi Bangunan Cagar Budaya Perkantoran dan Solusi Pemanfaatan yang Berkelanjutan” dengan pembicara utama,Hilmar Farid,Ph.D selaku Dirjen Kebudayaan yang juga akan membuka secara resmi acara ini.
Pembahasan lebih lanjut akan ditinjau dari beberapa perspektif,disampaikan oleh 4 narasumber yang memiliki kapasitas dan kapabilitas yang diharapkan dapat memberikan solusi yang sinerjis.Narasumber tersebut ialah pertama,Dr.Junus Satrio Atmojo(Perkumpulan Ahli Arkeologi Indonesia) yang akan membahas tentang apa yang boleh dan tidak boleh dalam melakukan pekerjaan adaptasi bangunan cagar budaya perkantoran dan Solusi dari sudut pandang arsitektural yang memperhatikan pelestarian; sedangkan narasumber ketiga,Ir Dian Irawati Fauzi,MT(Kasubdit Penataan Bangunan Lingkungan Khusus,Direktorat Bina Pembangunan -Ditjen Cipta Karya,Kemen PU PR menekankan pada kesesuaian pelaksanaan Permen PUPR No 1 Tahun 2015 Tentang Bangunan Gedung Cagar Budaya yang Dilestarikan dengan UU No 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya dan sebagai narasumber keempat ialah Dr.Miranda Gultom (Pemilik/Pengelola dari Bank Indonesia) yang mengangkat permasalahan pemanfaatan dan pengelolaan bangunan cagar budaya milik Bank Indonesia yang di fungsikan sebagai kantor Bank Indonesia atau bank lain.
Sebagai Ketua Perkumpulan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) Pusat yang juga bertindak sebagai moderator seminar Nasional ini,Dr.Wiwin Djuwita Ramelan , mengingatkan bahwa selama ini masih ditemukenali pelestarian cagar budaya berbentuk bangunan keseharian yang digunakan baik sesuai fungsi asalnya maupun dimanfaatkan untuk fungsi lain memiliki permasalahan sangat kompleks.Sebagai contoh adalah bangunan perkantoran.Pada satu sisi,pemilik/pengguna/pengelola memperlakukan bangunan kantor sebagai aset yang fisiknya harus selalu mengikuti kebutuhan bisnis,baik tata letak ruangan maupun interior/eksteriornya.Di sisi lain,pemerintah memperlakukan bangunan tersebut Sebagai aset budaya tersebut harus dijaga nilai nilai pentingnya yang antara lain tercermin dari fisik atau arsitekturalnya.
Perbedaan sudut pandang tersebut seringkali menimbulkan konflik antara pemilik/pengguna/pengelola dengan pemerintah.Haruskah kita terus menerus berseberangan pandangan tanpa kompromi?
Undang -Undang No 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya(UU-CB) seharusnya dapat menjembatani permasalahan tersebut.Dalam Pasal 1 angka 32 disebutkan bahwa ” Adaptasi adalah upaya pengembangan Cagar Budaya untuk kegiatan yang lebih sesuai dengan kebutuhan masa kini dengan melakukan perubahan terbatas yang tidak akan mengakibatkan kemerosotan nilai pentingnya atau kerusakan pada bagian yang mempunyai nilai penting”.
Perbedaan sudut pandang tersebut seringkali menimbulkan konflik antara pemilik/pengguna/pengelola dengan pemerintah.Haruskah kita terus menerus berseberangan pandangan tanpa kompromi?
Undang -Undang No 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya(UU-CB) seharusnya dapat menjembatani permasalahan tersebut.Dalam Pasal 1 angka 32 disebutkan bahwa ” Adaptasi adalah upaya pengembangan Cagar Budaya untuk kegiatan yang lebih sesuai dengan kebutuhan masa kini dengan melakukan perubahan terbatas yang tidak akan mengakibatkan kemerosotan nilai pentingnya atau kerusakan pada bagian yang mempunyai nilai penting”.
Ruh undang undang terbaru itu sebenarnya menempatkan masyarakat pada posisi yang sama dengan pemerintah.Artinya,masyarakat punya hak suara sama dalam mengkompromikan permasalahan pengembangan Cagar budaya tersebut.Akan tetapi sudah cukupkah peraturan yang dapat mengkompromikan permasalahan pengembangan Cagar budaya tersebut.Akan tetapi, sudah cukupkah peraturan yang dapat mengkompromikan aneka ragam kepentingan tersebut hanya melalui UU-CB?
Tentu saja tidak dibutuhkan peraturan pemerintah dan peraturan yang sifatnya lebih teknis,berbagai peraturan menteri.Kita harus sabar menunggu peraturan pemerintah yang menurut kabar akan disahkan pada 2018 ini.Lalu berapa lama lagi dibutuhkan waktu untuk menunggu peraturan turunannya berupa peraturan menteri sebagai pedoman langsung di lapangan untuk para pemilik/pengguna/pengelola?
Tahun 2015,lahir Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No.01/PRT/M/2015 tentang Bangunan Gedung Cagar Budaya yang Dilestarikan.Permen PU-PR ini “menyalip” peraturan pemerintah dan calon permen yang seharusnya di keluarkan oleh Kemendikbud.Menteri Dikbud adalah yang ditunjuk mengurusi penyelenggaraan Cagar budaya sesuai dengan pasal 1 butir 38 UU-CB yang menyatakan ” Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kebudayaan”
Kementerian PU-PR merupakan instansi yang juga terlibat dengan pekerjaan pengelolaan bangunan gedung yang di dalamnya termasuk Cagar budaya.Mungkin,itu sebabnya Kemen PU-PR tidak sabar menunggu peraturan pemerintah dan berbagai permen dari Mendikbud yang tidak kunjung turun.Maka lahirlah Permen PU-PR 01/PRT/M/2015 tersebut.
Bila pada akhirnya pada tahun 2018 ini disahkan peraturan pemerintah mengenai pelestarian cagar budaya,diharapkan tidak ada bentrok anatarpasal.Dengan adanya Permen PU-PR tersebut,para pelestari khususnya yang terkait dengan pekerjaan bangunan gedung tentu saja wajib mentaatinya.
Dengan dihadirkannya narasumber yang berasal dari beberapa wakil pemangku kepentingan,diharapkan seminar Nasional ini dapat lebih tajam mengupas permasahan yang cukup kompleks ini menjadi lebih terurai dan ada saling pahaman antar pemangku.Baik dalam hal Do’s and Don’ts permasalahan lapangan dalam pekerjaan adaptasi; dari sisi pengelola bangunan cagar budaya untuk perkantoran di daerah Kota Tua atau Kota Lama di beberapa kota besar.Hasil Seminar ini diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi atas pelestarian cagar budaya yg lebih bermanfaat untuk berbagai pemangku kepentingan
Sebagai rangkaian acara dalam memperingati HUT Purbakala Ke-105 Tahun 2018 juga ada Peluncuran Buku PIA 2017: Warisan Budaya Maritim Nusantara merupakan kumpulan artikel dari anggota IAAI yang dipresentasikan dalam acara Pertemuan Ilmiah Arkeologi (PIA) bulan Juli 2017.PIA adalah salah satu acara dalam Kongres IAAI yang diselenggarakan setiap tiga tahun.Pembahasan utama yang diangkat pada tahun 2017 terkait dengan budaya kemaritiman dan pelestarian cagar budaya maritim Indonesia
Tidak kalah penting pada peringatan ini juga adanya peran komunitas budaya.Panitia telah berkoordinasi dengan Komunitas Luar Kotak dalam pelaksanaan kegiatan Lomba Menulis “Aku Dan Purbakala” dan Lomba Toponimi yang melibatkan komunitas budaya di seluruh Indonesia sebagai peserta,dan masing-masing lomba ditentukan lima penulis Sebagi pemenang nya yang akan menerima penghargaan pada kesempatan ini.
Diharapkan kegiatan bersama antara Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman dan Perkumpulan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI)
dalam memaknai HUT Purbakala Ke 105 Tahun 2018 yang dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan termasuk masyarakat komunikasi budaya yang peduli terhadap pelestarian cagar budaya dapat lebih menyebarluaskan manfaat pelestarian cagar budaya ke depan(eva/ningrum)