Cerita fiksi ” perjuangan rustam, harapan terakhir keluarga”

Matahari belum sepenuhnya terbit ketika Rustam sudah berdiri di depan gerbang kantor Satpol PP tempat ia bekerja sebagai tenaga honorer.

Seragam coklat yang mulai pudar warnanya tetap ia kenakan dengan bangga. Ia tahu, jalan hidupnya tak semudah orang lain, tapi ia percaya bahwa kerja keras tak pernah mengkhianati hasil.

Advertisements

Sejak ayah menikah lagi dan ibunya meninggal karena sakit lima tahun lalu, Rustam harus menggantikan peran sebagai kepala keluarga untuk adiknya,

Rina, yang saat itu masih duduk di bangku SMA. Ia menunda kuliah demi bisa bekerja dan menghidupi mereka berdua, sedangkan kakaknya bekerja dan memiliki kehidupannya sendiri.

Setiap hari, Rustam bertugas ke kantor selanjutnya Patroli atau penertiban ke wilayah kecamatan dengan mobil dinas.

Malamnya, ia belajar keras mempersiapkan diri untuk tes CPNS. Baginya, menjadi Aparatur Sipil Negara bukan sekadar mimpi, tapi jalan agar hidupnya dan masa depan Rina lebih terjamin.

“Bang, kamu yakin gak capek belajar terus malam-malam begini?” tanya

Rina suatu malam saat melihat Rustam tertidur dengan buku terbuka di dada.

Baca Juga   Cerita Fiksi " RUANG BARU, HARAPAN BARU

Rustam terbangun, tersenyum sambil mengusap kepala adiknya.

“Abang capek, Rin. Tapi abang gak mau kamu berhenti kuliah hanya karena uang. Abang janji, kamu harus jadi perawat, biar bisa bantu banyak orang.”

Rina hanya bisa menahan air mata. Ia tahu, abangnyalah alasan ia bisa terus sekolah.

6 tahun pengabdian sebagai honorer. Rustam gagal sudah dua kali gagal mengikuti tes ASN, tapi ia tidak menyerah.

Tahun ini, ia kembali mencoba. Ia sudah hapal soal-soal, memperbaiki strategi, bahkan ikut bimbingan belajar gratis di media-media sosial serta rekan kerjanya Dan akhirnya, pengumuman itu datang.

Rustam diterima sebagai ASN di kantor Satpol PP tempat dia bekerja. Hari itu, ia sujud syukur sambil menangis dalam diam. Bukan karena bangga, tapi karena beban yang selama ini ia pikul terasa mulai ringan.

Dengan gaji tetap dan tunjangan, ia langsung mulai membayar biaya Rina ke universitas Swasta Fakultas kesehatan jurusan Keperawatan terbaik di kota mereka. Ia rela hidup sederhana, makan seadanya, asalkan biaya kuliah adiknya terjamin.

Tahun ini, ketika Rustam jadi ASN, kuliah Rina sudah berjalan Tiga tahun, Rina sudah mendekati semester akhir sebagai mahasiswa kesehatan.

Suatu Hari, Ketika Rustam di ajak Rina Menghadiri Seminar kesehatan di kampusnya, rina meraih predikat terbaik ketika mengikuti perlombaan penanganan penyakit dan kesehatan masyarakat, selanjutnya, rina di minta menyampaikan sambutan di hadapan para Dosen, rektor dan juga Rustam, abangnya.

“Saya tidak akan berdiri di sini jika bukan karena seorang kakak yang mengorbankan segalanya demi masa depan saya,” ucap Rina dengan suara bergetar. “Terima kasih, Bang Rustam.”

Rustam menunduk, menahan tangis. Perjuangannya belum berakhir, tapi hari itu ia tahu bahwa pengorbanannya tidak sia-sia. Ia telah mengubah garis hidup mereka bukan dengan keajaiban, tapi dengan cinta dan kerja keras.

ARDHI MORSSE, 24 MEI 2025

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed