SIDIKPOST | JAKARTA – Billboard raksasa di Jl. S. Parman, Grogol Petamburan, tepatnya di dekat Halte Transjakarta Grogol Reformasi dan lampu merah Citraland, menjadi simbol lemahnya pengawasan dan penegakan hukum oleh Pemprov DKI Jakarta. Diduga kuat melanggar Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta, keberadaan reklame ini justru dibiarkan berdiri kokoh tanpa tindakan nyata dari pemerintah.
Billboard tersebut dinilai menyalahi aturan karena tidak sesuai dengan ketentuan tiang reklame tunggal serta dicurigai tidak memiliki izin resmi. Warga dan pengamat menilai, reklame ilegal ini tidak hanya mengganggu estetika kota tetapi juga membahayakan keselamatan masyarakat dan pengguna jalan.
Menurut Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024 tentang Penataan Reklame, pemasangan reklame yang tidak terkendali bisa menimbulkan berbagai dampak negatif, seperti polusi visual, gangguan lalu lintas, hingga potensi kecelakaan akibat tiang reklame yang tidak memenuhi standar keamanan.
Pengamat kebijakan publik, Awy Eziary, S.H., S.E., M.M., menegaskan bahwa ketidakmampuan Pemprov DKI Jakarta dalam menertibkan reklame ilegal merupakan bentuk kelalaian serius.
“Reklame seperti ini jelas melanggar aturan, dan pemerintah tidak boleh membiarkan pelanggaran ini terus terjadi. Ini bukan hanya persoalan estetika, tetapi juga menyangkut keselamatan warga Jakarta,” ujar Awy pada Senin (17/3/2025).
Ia menambahkan, jika penegakan hukum terhadap reklame ilegal tidak segera dilakukan, maka akan semakin banyak pihak yang berani melanggar aturan, membuat Jakarta semakin semrawut.
“Ini menunjukkan ada kelemahan dalam pengawasan dan penegakan aturan. Jika dibiarkan, pelanggaran seperti ini akan terus berulang tanpa ada efek jera,” tegasnya.
Keberadaan reklame ilegal ini menimbulkan keresahan di kalangan warga sekitar. Mereka mengeluhkan bagaimana reklame yang tidak sesuai aturan merusak pemandangan kota dan mengancam keselamatan mereka.
Novita (32), seorang warga yang sering melintasi kawasan tersebut, mengungkapkan kekecewaannya. “Setiap hari saya lewat sini, dan billboard itu benar-benar mengganggu. Selain merusak pemandangan kota, saya juga takut kalau tiba-tiba roboh dan membahayakan pengguna jalan. Pemerintah harus segera bertindak!” keluhnya.
Hal senada diungkapkan oleh Dedi (45), seorang pengemudi ojek online yang sering melintas di area tersebut.
“Di Jakarta, reklame ilegal masih banyak berdiri. Pemerintah seperti tidak punya taring untuk menertibkan. Padahal kalau sampai jatuh, bisa memakan korban jiwa,” ujarnya.
Masyarakat menuntut Pemprov DKI Jakarta, terutama Satpol PP dan dinas terkait, untuk segera bertindak menertibkan billboard ilegal ini. Mereka meminta agar semua reklame yang melanggar Perda segera dibongkar dan perizinan reklame diawasi lebih ketat.
“Kami tidak mau Jakarta semakin semrawut hanya karena reklame ilegal yang dibiarkan terus berdiri. Harus ada tindakan tegas agar aturan benar-benar ditegakkan,” kata Novita.
Ketidakmampuan Pemprov DKI Jakarta dalam menertibkan reklame ilegal menjadi bukti bahwa peraturan yang telah dibuat tidak memiliki daya paksa yang kuat. Jika hal ini terus dibiarkan, maka citra kota Jakarta sebagai ibu kota yang tertata akan semakin pudar.
Pemprov DKI Jakarta harus segera menunjukkan ketegasan dalam menegakkan aturan, bukan hanya sebatas retorika tanpa aksi. Jika reklame ilegal ini terus dibiarkan, masyarakat berhak mempertanyakan, siapa sebenarnya yang diuntungkan dari keberadaan billboard yang melanggar aturan ini?. ( SDP)