SIDIKPOST | JAKARTA – Sebuah papan reklame tiang tunggal yang berdiri di Jalan Jembatan 3 Raya No. 1, RT.014, RW.008, Kelurahan Penjaringan, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, kini tengah disorot karena diduga melanggar berbagai aturan yang berlaku.
Reklame yang terletak di halaman Sekolah Islam Pluit Raya ini tidak hanya beroperasi tanpa membayar pajak retribusi reklame daerah, tetapi juga diduga kuat melanggar Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta No. 100 Tahun 2021.
Berdasarkan pengamatan tim media di lokasi, reklame ini tidak memenuhi ketentuan dalam Pergub yang mengatur pemasangan reklame di DKI Jakarta, yang terbagi dalam tiga zona kawasan: ketat, sedang, dan khusus. Setiap zona memiliki aturan yang jelas mengenai jenis dan lokasi pemasangan reklame, yang mana reklame tiang tunggal seperti yang ada di kawasan Penjaringan ini seharusnya tidak diperbolehkan. Sesuai dengan peraturan tersebut, reklame hanya boleh dipasang di dinding bangunan atau di atas bangunan, dengan bentuk elektronik (digital), billboard, neon box, atau neon sign.
Lebih lanjut, Pergub No. 100 Tahun 2021 juga mengatur bahwa reklame yang dipasang di halaman bangunan hanya boleh menampilkan nama gedung, identitas usaha, profesi, dan logo yang berkaitan dengan aktivitas di dalam bangunan tersebut. Oleh karena itu, pemasangan reklame yang menampilkan iklan di luar ketentuan ini jelas merupakan pelanggaran hukum.
Isu reklame ilegal ini mendapat perhatian serius dari Anggota DPRD DKI Jakarta, Ir. Manuara Siahaan, yang mengkritik lambannya penertiban reklame ilegal oleh Satpol PP DKI Jakarta. “Penanganan yang lambat menunjukkan adanya kelemahan dalam penegakan hukum,” ujar Manuara, yang juga politisi dari Partai Demokrasi Perjuangan (PDIP). Ia mengingatkan bahwa meskipun sudah ada upaya penertiban, tindakan yang diambil masih belum cukup tegas.
Manuara juga mengungkapkan adanya dugaan keterlibatan oknum PNS Pemprov DKI Jakarta dalam proses perizinan reklame ilegal dan pemungutan pajak yang tidak sesuai aturan. Menurutnya, praktik ini merugikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Jakarta karena penerimaan dari sektor pajak reklame menjadi tidak maksimal. “Permainan di tingkat birokrasi ini membuat PAD dari reklame terhambat,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia menyebutkan adanya dugaan permainan uang yang melibatkan aparat Satpol PP dan pengusaha reklame, yang memperburuk kualitas penegakan hukum di Jakarta. Praktik-praktik ilegal ini semakin sulit dibongkar, dan reklame yang jelas melanggar hukum semakin banyak ditemukan. Hal ini menciptakan preseden buruk dalam pengelolaan reklame di DKI Jakarta, yang seharusnya bisa menjadi sumber PAD yang signifikan, tetapi malah terhambat oleh praktek-praktek yang melanggar hukum.
Manuara pun menekankan pentingnya pemerintah daerah segera mengambil tindakan tegas terhadap pejabat yang terlibat dalam masalah ini. Ia juga meminta agar reformasi birokrasi di tubuh PNS Pemprov DKI Jakarta segera dilakukan untuk memastikan masalah serupa tidak berlarut-larut. “Reformasi birokrasi sangat diperlukan agar masalah ini tidak berlarut-larut,” ujarnya.
Kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah semakin tergerus, mengingat lemahnya penegakan hukum dan ketidakmampuan dalam menciptakan pemerintahan yang bersih. Harapan kini terletak pada Pj. Gubernur DKI Jakarta untuk segera membersihkan praktek-praktek korupsi dan permainan dalam perizinan reklame yang telah berlangsung lama. ( * )