SIDIKPOST | Jakarta, Rancangan Undang-undang (RUU) Daerah Khusus Jakarta (DKJ) yang sedang digarap oleh Badan Legislasi Nasional (Balegnas) menandakan terjadinya perubahan dalam sistem pemerintahan daerah, yang terkait erat dengan situasi politik nasional.
Menurut Imam Besar Forum Betawi Rempug (FBR), KH. Lutfi Hakim, sejak Jakarta ditetapkan sebagai Ibukota Negara, tujuh presiden dan tiga orde sudah dilalui, terdapat 9 (sembilan) kali perubahan yang bersifat pokok terhadap sistem pemerintahan daerah pasca kemerdekaan, serta 5 (lima) kali perubahan yang berkaitan dengan undang-undang pemerintahan Provinsi Jakarta.
“Selama ini perubahan undang-undang Pemerintahan Jakarta, tidak pernah menyertai Betawi maupun budayanya sebagai bagian yang penting untuk menghadapi perubahan itu sendiri. Padahal sudah jelas kalau masyarakat Betawi merupakan penduduk inti kota Jakarta,” jelas Kyai Lutfi.
Lebih jauh Kyai Lutfi, yang merupakan Wakil Ketua PWNU Jakarta ini mengatakan bahwa Rancangan Undang-undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) nantinya diharapkan mengatur sinergitas dalam pemajuan dan pembangunan kebudayaan Betawi melalui mekanisme pemetaan urusan, kelembagaan dan pendanaannya.
Perlu diketahui bahwa Kyai Lutfi dipercaya menjadi Ketua Dewan Pengarah Tim Penyusun Draf Usulan Masyarakat Betawi, di mana Beky Mardani dan Kaukus Muda, masing-masing sebagai Ketua Tim dan anggota-anggotanya. Tim ini akan mendorong masuknya “Lembaga Adat dan Kedudayaan Betawi” sebagai pelaksana pemajuan kebudayaan Betawi. Pasalnya dalam draft yang ada untuk pelaksana pemajuan kebudayaan Betawi hanya memuat badan usaha, lembaga pendidikan dan masyarakat. Jadi kami berikhtiar agar kewenangan khusus pemerintah Jakarta melibatkan “badan usaha, Lembaga Pendidikan, lembaga adat dan kebudayaan serta masyarakat dalam pemajuan kebudayaan”
Sebagai hasil kajian yang telah dilakukan sejak tahun 2022, Kyai Lutfi juga mengamini apa yang dirumuskan oleh Tim Penyusun, agar dalam bahasan RUU menyertakan adanya Kawasan Khusus Budaya Betawi ditingkat Kecamatan. Ini dimaksudkan untuk mengantisipasi perkembangan Kota Jakarta ketika menjadi Kota ekonomi Global dan sekaligus menjadi Kawasan yang dapat menjaga nilai-nilai budaya dan kearifan lokal Betawi dengan berpegang pada Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kyai Lutfi menambahkan, “Alasannya jelas, agar tidak cenderung jalan sendiri-sendiri, yang mengakibatkan tumpang tindih bahkan tabrakan kegiatan antara pemerintah dengan masyarakat Betawi dalam implementasi pemajuan dan pembangunan kebudayaan Betawi.
Kami akan mempertaruhkan jiwa raga untuk memperjuangkannya. Bahkan jika diperlukan, kami akan turun ke jalan, untuk melakukan aksi tuntutan, dan kami akan mengundang para ulama dan tokoh Betawi dalam kegiatan Halaqoh Ulama dan Tokoh Betawi untuk menyikapi bersama perubahan undang-undang 29 tahun 2007” pungkasnya.
( SDP)