Retribusi PBG DKI Jakarta 2023 Tak Capai Target, Ketiadaan Sanksi Tegas Jadi Pemicu

SIDIKPOST | Jakarta, Retribusi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), yang menggantikan nomenklatur Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) sejak diberlakukannya Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2021 dan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002, menjadi salah satu pos penting dalam laporan keuangan daerah.

Dalam Laporan LHP BPK 2023 Pada tahun anggaran 2023, Retribusi PBG DKI Jakarta dianggarkan sebesar Rp270,5 miliar.

Advertisements

Namun, hingga akhir tahun, realisasi hanya mencapai Rp234,3 miliar atau 86,62% dari target. Dengan kekurangan sebesar Rp36,1 miliar atau 13,38% dari target, berbagai faktor diduga menjadi penyebab utama ketidaktercapaian ini.

Awy Eziary, pakar kebijakan publik, menyoroti alasan utama yang memengaruhi penerimaan retribusi PBG.

Pertama, Dalam LHP BPK 2023 disebutkan bahwa dampak dari pencanangan rencana pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) dari DKI Jakarta ke Kalimantan Timur.

“LHP Menyebut disebabkan di antaranya pencanangan rencana pemindahan Ibukota Negara dari DKI Jakarta ke IKN , Mungkin bisa menurunkan antusiasme masyarakat untuk mengajukan PBG,” jelas Awy.

Namun, alasan lainnya yang tak kalah signifikan adalah kurangnya penegakan hukum terhadap pelanggaran bangunan.

Baca Juga   Dinas Perkimtan Kota Tangerang Melaksanakan Proses PBG Sebagai Pengganti IMB

Awy mencatat bahwa ketiadaan biaya bongkar bagi pemilik bangunan yang melanggar aturan membuat sanksi hukum menjadi lemah.

“Ketika sanksi tidak diikuti dengan tindakan tegas, banyak pemilik bangunan merasa tidak takut melanggar. Hal ini berdampak langsung pada penerimaan daerah,” tambahnya.

Lanjut Awy Mengenai hal ini, muncul pertanyaan, “Benarkah tidak tercapainya target Retribusi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) pada tahun 2023 disebabkan oleh rencana pemindahan Ibu Kota Negara?

atau ada faktor lain yang turut memengaruhi, seperti lemahnya penegakan hukum terhadap pelanggaran bangunan?” tegasnya

Ke depan, Awy merekomendasikan pemerintah daerah untuk memperkuat mekanisme penegakan hukum, termasuk pemberlakuan biaya bongkar yang efektif, serta memastikan kebijakan PBG lebih adaptif terhadap dinamika pembangunan.

“Langkah strategis ini penting untuk meningkatkan penerimaan daerah sekaligus mendorong pembangunan yang lebih tertib dan berkelanjutan,” pungkasnya. ( SDP )

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *