SIDIKPOST| BANTEN -Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten dipastikan akan menindaklanjuti laporan dari Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) terkait dengan dugaan korupsi Gubernur dan Wakil Gubernur Banten mengenai pencairan biaya penunjang operasional tahun 2017 sampai dengan 2021.
“Kita akan bentuk tim tentunya, saat ini prosesnya sedang berjalan, kan laporan nya baru diterima kemarin,” ujar Kasi Penkum Kejati Banten Ivan Hebron Siahaan kepada wartawan, Selasa (16/2).
Lebih jauh Ivan menjelaskan langkah pertama yang akan dilakukan oleh Kejati Banten adalah pengumpulan bahan keterangan dan pengumpulan bahan data, terkait laporan yang disampaikan oleh MAKI.
“Untuk melengkapi bahan keterangan dan data itu kita nanti akan mengundang beberapa pihak terkait dengan laporan tersebut,” katanya.
Ketika ditanya apakah akan ada pemanggilan, Ivan menyatakan, belum akan melakukan langkah itu, tetapi akan mengundang.
“Kalau melakukan pemanggilan belum lah, baru undangan ja nanti, kecuali sudah masuk dalam tahan penyelidikan, nanti perkembangan apa pun terkait kasus ini pasti akan diinfokan ke teman-teman media,” ujar Ivan
Sebelumnya Koordinator Majelis Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman melaporkan dugaan korupsi Gubernur dan Wakil Gubernur Banten terkait pencairan biaya penunjang operasional.
Dalam laporan yang disampaikan ke Kajati Banten Senin (15/2) kemarin tersebut, Maki menyatakan, Provinsi Banten menggunakan satuan berdasarkan PP 109/2000, Pasal 8, Biaya Penunjang Operasional Gubernur dan Wakil Gubernur besarannya dengan standar maksimal sebesar 0,15 persen dari/ kali Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pendapatan Asli Daerah Provinsi Banten Tahun 2017 – Tahun 2021, antara 6 – 7 Triliun.
Boyamin Saiman melalui rilis resmi ke media menjelaskan, terhitung dari Tanggal 12 Mei 2017 – sampai dengan bulan Desember 2021 (4 Tahun 6 bulan ) Biaya Penunjang Operasional Gubernur dan Wakil Gubernur sebesar kurang lebih Rp 57.000.000.000 (Lima Puluh Tujuh Milyar).
Biaya penunjang operasional yang diberikan kepada Gubernur dan Wakil Gubernur besarannya yaitu 65% (enam puluh lima persen) untuk Gubernur dan 35% (tiga puluh lima persen) untuk Wakil Gubernur.
Biaya Penunjang Operasional sebagaimana dimaksud dipergunakan untuk kepentingan sebagaimana dimaksud sesuai peraturan perundangan, Biaya penunjang operasional tidak dapat digolongkan sebagai honorarium atau tambahan penghasilan, sehingga penggunaannya harus dipertanggungjawabkan melalui SPJ yang sesuai peruntukannya.
Biaya Penunjang Operasional Gubernur Dan Wakil Gubernur Provinsi Banten diduga telah dicairkan dan dipergunakan secara maksimal jumlah pencairannya namun diduga tidak dibuat SPJ yang kredibel sesuai peraturan perundangan sehingga berpotensi digunakan untuk memperkaya diri atau orang lain, sehingga diduga Melawan Hukum dan diduga merugikan keuangan negara sebagaimana diatur Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001: Ayat (1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Bahwa patut diduga biaya penunjang operasional tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi dan dianggap sebagai honor ( take home pay ) dan dan tidak dipertanggungjawabkan dengan SPJ yang sah dan lengkap sehingga dikategorikan sebagai dugaan Tindak Pidana Korupsi dengan kerugian negara sebesar kurang lebih Rp 40.000.000.000 (empat Puluh Milyar) atau dapat lebih kurang atau lebih besar dari jumlah tersebut sepanjang terdapat SPJ yang kredibel. (SDP)