SIDIKPOST| PT. Satu Putra Sejahtera, perusahaan keluarga di bidang alas sepatu, menghadapi tekanan luar biasa ketika dua gudang mereka yang sedang dalam proses perizinan disegel oleh berbagai pihak. Yugo, anak bungsu yang memimpin perusahaan, harus menghadapi ambisi gelap kakaknya, Hugo, yang gagal dalam usaha sendiri dan berusaha mengambil alih perusahaan melalui intrik, media, dan tekanan birokrasi.
Permainan licik pun terjadi: wartawan lokal, ormas, oknum dewan, aparat penegak perda, hingga Aspri wakil kepala daerah dan ketua pemuda yang rakus ikut menekan perusahaan dengan motif tersembunyi, menuntut upeti dan keuntungan pribadi. Segel yang menempel bukan hanya simbol fisik, tetapi lambang dari sistem penuh keserakahan, manipulasi, dan kepentingan sempit.
Yugo, dengan integritas dan strategi, perlahan menyingkap pola tekanan dan memanfaatkan jalur hukum serta media untuk mempertahankan perusahaan. Ia belajar menghadapi “srigala kelaparan” dan “anjing liar yang rakus” di dunia bisnis dan birokrasi, mempertahankan prinsip, dan menjaga nama baik keluarga.
Cerita ini adalah perjalanan dramatis seorang pemimpin muda menghadapi intrik keluarga, politik, dan birokrasi yang korup, di mana integritas dan kecerdikan menjadi senjata utama untuk bertahan dan menang.
A.PENYEGELAN YANG DI PAKSAKAN
“Dalam permainan ini, keberanian tanpa strategi sama dengan daging yang diserbu srigala.” (Thomas, Sang Pengacara)
Di tengah kota yang tenang di permukaan, PT. Satu Putra Sejahtera berjalan sebagai salah satu perusahaan terkemuka di bidang alas sepatu. Gudang-gudang besar mereka tersebar di pinggiran kota, penuh dengan mesin produksi dan tumpukan bahan baku. Dua dari gudang itu masih menunggu izin resmi, namun perusahaan tetap beroperasi sesuai prosedur yang sedang berjalan.
Pemilik perusahaan, Pak Santoso, mempercayakan anak bungsunya, Yugo, untuk memimpin perusahaan. Meski secara teknis masih berada di bawah pengawasan kedua orang tua, Yugo tampak percaya diri menghadapi rutinitas manajemen perusahaan.
Sementara itu, kakaknya, Hugo, gagal dalam membangun usaha otomotifnya sendiri. Kerugian dan ambisi membuat Hugo memandang perusahaan milik adiknya sebagai target.
Dengan strategi senyap, gelap dan penuh ambisi, Hugo mulai menyusun serangkaian tekanan. Ia membayar massa aksi yang dipimpin Tedy Markus (ketua forum wartawan lokal), agar menggalang masa dan pemberitaan negatif. Selain itu, Ia pun menghubungi oknum Jumakir seorang Ketua Komisi DPRD Kota (veteran militer yang sudah pensiun) untuk menekan perusahaan.
Dengan Demonstrasi, Pemberitaan media yang viral akhirnya Dinas penegakan peraturan daerah kota, Dinas perdagangan dan industri hingga Dinas lingkungan hidup serta tenaga kerja kota pun ikut terlibat. Tujuannya jelas, agar di lakukan sidak, penutupan serta penghentian operasional perusahaan untuk memuluskan ambisinya.
Hari itu pun datang, Jumakir bersama Tedy dan rombongan tiba di perusahaan melakukan Sidak Perusahaan, setalah sidak di ketahui terdapat dua gudang yang sedang dalam proses pengurusan izin dan hal tersebut menjadi sorotan sekaligus mejadi celah utama.
Jumakir tersenyum licik menatap Tedy, kemudian mereka menghubungi sekaligus menekan intansi penegak perda kota untuk melaksanakan penyegelan terhadap perusahaan dan menghentikan semua aktivitas perusahaan yang sedang berlangsung.
Pada waktu bersamaan, Mobil Robicon hitam Tiba di lokasi perusahaan. Pemilik mobil turun dari kendaraannya. Thomas, Pengacara perusahaan, tanpa membuang waktu menemui Jumakir dan Tedy yang berdiri di depan gudang, Ia Segera mempertanyakan dalih mereka yang mendesak Intansi penegakan perda kota untuk menyegel gudang perusahaan, sedangkan Proses perizinan serang berjalan.
Jumakir dan Tedy pun senyum sinis dengan pertanyaan Thomas, Karena sudah menerima upeti dari Hugo, Jumakir dan Tedy tidak memperdulikan pertanyaan Thomas, mereka terus menekan petugas dari penegakan hukum daerah kota dan akhirnya gudangpun di segel, aktivitas produksi berhenti, karyawan histeris karena mereka harus di rumahkan, akses masuk di tutup dan produksi berhenti.
B.PENYEGELAN YANG CACAT HUKUM
“Segel bukan sekadar logam; ia adalah cermin dari keserakahan, tipu daya, dan ambisi yang membusuk.Ketika semua orang tampak bersahabat, periksa siapa yang tersenyum di belakangmu, itulah srigala yang menunggu darahmu.” (Thomas, Sang Pengacara)
Thomas sebagai kuasa hukum perusahaan sudah mulai mencium adanya permainan diantara proses penyegelan yang di lakukan tanpa prosedur, Iya Mempertanyakan, Apakah Dewan dan ketua forum wartawan lokal serta ormas punya hak serta dasar hukum untuk mendesak Intansi penertiban peraturan daerah melakukan penyegelan?,
Apalagi penyegelan di lakukan tanpa adanya pemberitahuan, surat peringatan serta surat perintah yang jelas dan Penyegelan saat proses perizinan berjalan bertentangan dengan UU Cipta Kerja, PP 5/2021, PP 6/2021, Peraturan BKPM 5/2021, dan AUPB.
Ini jelas-jelas sebuah penyegelan yang di paksakan serta cacat hukum.
Akhirnya Thomas mendesah lirih, permainan dengan menyegel dan menutup perusahaan yang melibatkan pemerintah kota jelas ada kaitannya dengan orang dalam keluarga.
Segel resmi ditempatkan di pintu utama gudang dan dalam sekejap, hiruk-pikuk pun muncul: wartawan meliput dengan nada provokatif dan ormas berunjuk rasa.
Beberapa hari kemudian, Robin bersama beberapa oknum dari instansi penegak hukum daerah kota menghubungi Thomas, mereka berpura-pura menawarkan solusi terkait pembukaan segel dan penyelesaian perizinan dan semua penawaran solusi dengan motif sama, menuntut bayaran fantastis, menjadi calo perizinan.
Mereka bagaikan “kelompok srigala kelaparan” yang menggigit siapa pun yang ketakutan dan terlihat lemah.
Karena banyaknya tekanan dan desakan, Perusahaan pun memanggil konsultan untuk menyelesaikan semua proses perizinan dan berharap prosedur perizinan yang benar dapat membuka jalan.
Setelah proses yang panjang tanpa menuggu waktu lagi, NIB pun diunggah ke aplikasi OSS-RBA, dokumen lengkap, tapi segel tetap bertahan dengan berbagai alasan dan tidak ada satupun pihak yang benar-benar membantu; semua bermain di balik bayangan keuntungan pribadi.
Akhirnya, pengusaha meminta Thomas untuk menghubungi asisten pribadi wakil kepala daerah kota dan berharap bisa komunikasi langsung dengan wakil kepala daerah kota untuk menemukan solusi dari permasalahan yang di hadapi Perusahaan.
Setelah mengatur pertemuan dan tiba di hari yang di sepakati, Datanglah Maliki seorang Aspri dari wakil kepala daerah kota ke rumah pribadi Thomas.
Namun Maliki tidak datang sendiri, dia membawa serta Robert seorang ketua pemuda kota yang terkenal licik, rakus, dan cerdik.
Pertemuan awal di kediaman thomas tampak biasa, niat baik saling ditunjukkan. Namun beberapa hari berlalu, pekerjaan tak bergerak, segel belum terbuka, dan Robert ketua pemuda mulai bertanya tentang “Nomimal harga” kepada Maliki yang telah mengajaknya ke rumah Thomas.
Dengan persaan yang berat, Aspri terpaksa menanyakan nominal ke orang kepercayaan perusahaan.
Thomas, sebagai Orang kepercayaan mengingat waktu pertemuan di rumahnya, Ia menyadari sebuah kesalahan, karena Awalnya nominal itu hanya candaan pencair suasana, tapi ketua pemuda yang datang bersama Aspri menjadikan hal tersebut sebagai alat tekan sekaligus tiket untuk memeras lebih jauh.
Ketua pemuda akhirnya mendapatkan angka dari nilai upeti yang sangat besar, Ia tersenyum penuh kemenangan.
Aspripun terdiam, sadar integritasnya sudah tergerus, dan Ia telah salah membawa Anjing liar kelaparan yang pada akhirnya berdampak pada hilangnya kepercayaan seorang pengusaha.
Aspri pun mendesah lirih, “Srigala bisa berlari, anjing liar bisa menggigit, tapi manusia yang berintegritas tidak bisa ditundukkan. Kamu bisa menyerah pada tekanan, tapi tidak bisa menyerah pada akal sehat dan kebenaran.”
C.SEGEL DI ANTARA SRIGALA DAN ANJING LIAR YANG KELAPARAN
“Hanya mereka yang melihat permainan dari jauh yang bisa memimpin dengan cerdas. Mereka menekan dengan kekuasaan, tapi mereka tak bisa menekan prinsip yang terlatih.” (Thomas, Sang Pengacara)
Hari terus berlalu, Segel tetap tidak terbuka. Pengusaha semakin menyadari sebuab pola yang sama: tekanan datang dari forum wartawan, ormas, dewan, instansi, bahkan Aspri dan ketua pemuda, semua berpura-pura memberi solusi, tapi tujuannya sama, ingin mengambil keuntungan.
Perusahaan berada pada dua kelompok, yang awalnya takut pada “kelompok srigala buas”, namun terjebak di tengah “anjing-anjing jalanan yang rakus”.
Meski proses perizinan masih berjalan, pandangan pengusaha terhadap lingkungan pemerintah telah berubah. Kota tampak tenang di permukaan, tapi di meja transaksi, gaduh, licik, dan penuh intrik.
Dunia yang tadinya dianggap sebagai regulasi dan birokrasi kini hanyalah arena bandit dan bedebah, tempat setiap orang mencari untung dari kesulitan orang lain dan di tengah semua itu, Yugo tahu, untuk melangkah maju, ia harus lebih cerdas, lebih waspada dan lebih kuat daripada mereka semua, Ia selalu mengingat bahwa integritas dan keberanian akan menjadi senjata terbaik di medan yang penuh tipu muslihat ini.
Di ruang kantor, Yugo menatap dokumen perizinan yang kini tertata rapi. Ia tersenyum tipis, bukan karena yang sudah mulai menemukan solusi, tetapi karena perusahaan tetap berdiri, karyawannya harus bekerja kembali dan prinsipnya tetap utuh. Ia sadar, perjalanan menghadapi tekanan dari luar dan dalam masih panjang, tapi ia siap. Setiap segel yang menempel, setiap ancaman dan intimidasi, kini menjadi pelajaran berharga.
Kota tetap tenang di permukaan, namun Yugo tahu bahwa di balik meja transaksi, banyak pihak yang masih mengintai. Tetapi sekarang, ia tidak takut. Ia belajar membaca pola, mengantisipasi langkah licik, dan menjaga integritas sebagai senjata utama.
Segel yang menggantung di gudang bukan hanya simbol tekanan dan ancaman, tetapi kini menjadi simbol kemenangan prinsip atas tipu muslihat, keberanian atas ketakutan dan integritas atas keserakahan.
Dari permasalahan yang di hadapi, Yugo memahami satu hal, bahwa di dunia bisnis dan birokrasi semua keputusan dan kebijakan dipenuhi bandit dan bedebah, hanya mereka yang teguh pada prinsip dan cerdas dalam strategi yang bisa bertahan dan menang.
ARDHI MORSSE, TANGERANG 28 NOVEMBER 2025









