Solo, GERAK. – Sejarah Nusantara pada masa lampau adalah kisah tentang Kejayaan dan Perdaban Luhur. Suku-suku bangsa Indonesia-Nusantara adalah orang-orang mempunyai TRIDAYA CHAKTI, yaitu Cipta-Rasa-Karsa. Mereka mendiami sebuah negeri yang memiliki kriteria gemah ripah loh jinawi, iklimnya tropis nan bersahabat, dihiasi oleh banyak mahluk indah berwarna-warni beterbangan dan dilengkapi oleh dataran nan hijau subur kaya hayati maupun nabati, disertai terbentang luasnya lautan biru. Itulah negeri yang merupakan kepingan surga yang jatuh serta mendapat berkah dari langit maupun bumi.
Demikian diutarakan oleh Sulthan Jepara (Pelestarian), DYMM Kangjeng Sulthan Abdul Djalil Khalifatullah dalam Diskusi “Menggali Kearifan Luhur Nusantara sebagai Modal Memakmurkan Indonesia” di Solo Paragon Residence Hotel, Solo, Jawa Tengah. “Kebesaran Nusantara di masa lalu sangat erat kaitannya dengan KEARIFAN LUHUR dan NILAI-NILAI SPIRITUAL yang pernah ada di Nusantara. Namun sayangnya kearifan lokal kita itu telah mulai LUNTUR diterjang arus globalisasi,” kata Kangjeng Sulthan.
Menurut Kangjeng Sultan Abdul Djalil Khalifatulah, Sejarah Kebesaran, Keagungan dan Kemulyaan Bangsa Nusantara dibangun diatas PONDASI SPIRITUAL yang sangat kokoh, dimana para RAJA pada masa itu adalah para pelaku ritual yang menjunjung tinggi nilai-nilai spiritual, mereka rajin TIRAKAT dan OLAH RASA. Mereka sangat menyadari bahwa bangunan jiwa yang kokoh, megah dan mewah adalah kunci keberhasilan untuk menjadi seorang pemimpin/raja yang benar-benar diagungkan dan dimulyakan oleh rakyatnya.
“Namun perlu digaris bawahi, bahwa nilai-nilai spiritual disini bukanlah yang berasal dari agama, tapi nilai-nilai spiritual yang murni merupakan Warisan Leluhur Bangsa Nusantara, karena Bangsa Nusantara sejak jaman terdahulu memiliki budaya spiritual yang memiliki nilai terbaik dan tertinggi di seluruh dunia, bahkan Bangsa Nusantara juga telah diakui sebagai Pusat Peradaban Dunia,” ujar Sultan Jepara itu.
Atas dasar itu, Menurut Budayawan Solo, DR. Mufti Rahardjo, MM, siapa pun yang memimpin bangsa dan negara ini maka haruslah seseorang yang benar-benar menjunjung tinggi NILAI-NILAI SPIRITUAL, dalam arti benar-benar memiliki latar belakang sebagai pelaku ritual yang mengamalkan nilai-nilai Spiritual Nusantara dengan baik dan benar sebagaimana dilakukan oleh para raja Nusantara di masa lalu, agar kepemimpinannya benar-benar direstuai oleh Sang Penguasa Alam.
“Sehingga seluruh warga masyarakat, bangsa dan negara yang dipimpinnya pun mendapatkan ketenangan, ketentraman, kebahagiaan, kedamaian, kesejahteraan dan kemakmuran, benar-benar mendapatkan Kemerdekaan Yang Sejati,” kata Budayawan yang merupakan keturunan Eyang Ronggo Warsito itu.
Dalam kaitan itu, Ketua dewan pimpinan wilayah Himpunan Pemuda Sinar Syahid (HIMPASS) D.I Yogyakarta, Rakhmat Syawal S. Th.I, mengingatkan bahwa Pemimpin Bangsa dan Negara Indonesia harus dan wajib mendapatkan Restu dan Bimbingan dari Guru Spiritual yang MUMPUNI untuk bisa mewujudkan Tatanan Masyarakat, Bangsa dan Negara yang tentram, damai, adil, makmur, sejahtera, sentausa, jaya dan mulia.
Pemimpin Bangsa perlu mendapatkan bimbingan dari Guru Siritual yang memiliki Formula, Solusi dan Energi Perubahan Besar dalam melakukan REKONSTRUKSI NUSANTARA untuk mewujudkan “Gemah ripah lohjinawi tata tentram kertaraharja swargamaniloka” di Kehidupan Bumi Ibu Pertiwi tercinta ini.
Seiring dengan itu kepemimpinannya senantiasa perlu mendapatkan pengawalan, penjagaan, perlindungan dan pengayoman dari dimensi kehidupan Alam Lahir dan ALAM BATHIN, sehingga tetap terkontrol, terkendali dan terarah dengan baik dan benar, tidak menyalahkan wewenang dan kekuasaan, benar-benar menjalankan fungsi, tugas dan perannya atas dasar KESADARAN JATIDIRINYA (consciousness),” pungkas Rakhmat Syawal. ( Lsn)