Beberapa Organisasi Pers hari ini turun kejalan menyuarakan aspirasi dan kekecewaannya terhadap kinerja Dewan Pers yang semakin lama keluar dari aturan UU Pers No. 40 thn 1999.
Forum Pers Independent Indonesia (FPII), IPJI, PPWI, SPRI, IMO, JMN, PMO, PWRI, dan organisasi wartawan lainnya mendatangi Gedung Dewan Pers,Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Rabu (04/07/18).
Aksi gabungan organisasi pers dilakukan karena melihat dewan pers tidak lagi memikirkan kepentingan insan pers. Malah kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan dewan pers banyak melenceng dari UU Pers No. 40 thn 1999 yang mengakibatkan adanya diskriminasi dan pengkotak-kotak antara wartawan dengan wartawan,Kemudian, adanya rekomendasi dewan pers terkait sengketa pemberitaan mengakibatkan beberapa wartawan ditangkap dan dipenjara, bahkan ada yang sampai meninggal dunia,seperti yang baru-baru ini terjadi terhadap M. Yusuf, Wartawan Sinar Pagi Baru di Kotabaru, Kalimantan Selatan.
Menanggapi tidak adanya itikad baik Ketua Dewan Pers, Yosef Prasetyo Adi (Stanley) serta pengurus dewan pers menemui massa yang berada dihalaman gedung dewan pers, Ketua Presidium FPII, Kasihhati angkat bicara.
” Kenapa takut untuk menemui wartawan? kita tidak anarkis,Kalau merasa benar apa yang dilakukan dewan pers, turun dong Jangan hanya bernyali saat ada sengketa pemberitaan, tapi tak ada nyali untuk menemui massa, ” ucapnya.
Ia juga menyoroti tentang anggaran negara (APBN) yang diterima dewan pers setiap tahunnya. Kasihhati menduga bahwa anggaran tersebut tidak untuk membenahi maupun mensejahterahkan kehidupan para wartawan, namun untuk kepentingan oknum-oknum di dewan pers.
Mewakili dari seluruh Organisasi Pers yang hadir, Kasihhati membacakan beberapa tuntutan yang telah disepakati bersama :
Dewan Pers harus mencabut peraturan Dewan Pers tentang Verifikasi Perusahaan Pers.
Dewan Pers harus mencabut kebijakan Uji Kompetensi Wartawan dan penunjukan Lembaga Setifikasi Profesi karena melanggar UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenaga-kerjaan.
Dewan Pers harus menghentikan kriminalisasi terhadap pers Indonesia.
Dewan Pers harus mencabut peraturan tentang verifikasi organisasi pers.
Menuntut seluruh anggota Dewan Pers untuk mundur.
Mengembalikan keberadaan seluruh organisasi pers yang berbadan hukum sebagai konstituen Dewan Pers.
Selesaikan sengketa pers lewat sidang majelis kode etik di masing- masing organisasi pers tempat teradu atau wartawan bernaung.
Sebagai bentuk simbolis matinya kebebasan pers di Indonesia serta sebagai rasa duka cita para insan pers atas meninggalnya M. Yusuf, Pimpinan Media Sinar Pagi Baru, dan beberapa perwakilan wartawan memberikan keranda mayat kepada Ketua Dewan Pers yang diterima oleh staf di Dewan Pers.
Sebagai bentuk dukungan kepada PPWI dan SPRI yang menggugat Dewan Pers atas Perbuatan Melawan Hukum (PMH), massa secara bergantian melakukan orasi di Gedung Pengadilan Negeri Jakarta Pusat guna meminta kepada Majelis Hakim yang menangani perkara tersebut untuk benar-benar objektif dalam memutuskan perkara tersebut dan memahami isi dari UU PERS No. 40 Thn. 1999.
Dalam orasinya ketua umum Persatuan Wartawan Republik Indonesia (PWRI) Suriyanto PD. SH.MKN menyatakan bahwa Dewan Pers telah mengancam kedaulatan pers, dan Pengurusnya yang tidak mau menemui para pengunjuk rasa, itu adalah “Banci.”
Lebih lanjut Suriyanto, menegaskan bahwa kedatangan ratusan pekerja media tersebut, menuntut pertanggung jawaban Dewan Pers yang dianggap lalai, diskriminatif, dan tidak proporsional dalam membuat berbagai kebijakan terkait Pers sehingga menimbulkan gejolak di kalangan insan pers, bahkan berujung dengan kriminalisasi terhadap pekerja pers.
Editor : lsn