SIDIKPOST| JAKARTA, — Insiden robohnya atap lapangan padel di Anwa Racquet Club, Meruya Selatan, Jakarta Barat, Minggu siang (26/10/2025), menimbulkan gelombang kritik tajam terhadap lemahnya pengawasan bangunan di Ibu Kota. Dalam peristiwa yang terjadi sekitar pukul 13.47 WIB itu, atap berbahan membran dan rangka besi terangkat oleh hembusan angin kencang saat hujan deras melanda.
Dikutif dari Radarjakarta.id ,
Meski tidak ada korban jiwa, suasana turnamen selebritas The Prime Tournament berubah mencekam. Video amatir yang beredar memperlihatkan penonton dan peserta berlarian menghindari puing serta air hujan. Kepala Pusat Data dan Informasi BPBD DKI Jakarta, M. Yohan, mengungkapkan, penyebab awal diduga karena struktur bangunan tidak mampu menahan tekanan angin dan curah hujan tinggi.
Namun di balik faktor cuaca ekstrem, publik menyoroti persoalan klasik: pengawasan bangunan yang lemah dan tidak berjalan efektif.
Pengawasan Lemah, Indikasi Sistem yang Bobrok
Peristiwa ini menjadi tamparan keras bagi Suku Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan (Citata) Jakarta Barat, yang sejatinya memiliki fungsi utama melakukan pengawasan terhadap setiap pembangunan di wilayahnya. Banyak kalangan menilai, insiden di Meruya bukan sekadar akibat badai, melainkan buah dari sistem pengawasan yang longgar dan administratif semata.
“Kalau fungsi pengawasan Citata berjalan sebagaimana mestinya, tidak mungkin sebuah bangunan komersial baru bisa roboh hanya karena hujan dan angin kencang,” ujar Awy Eziary, S.H., S.E., M.M., Pengamat Kebijakan Publik sekaligus akademisi, saat dimintai tanggapan oleh awak media.
Menurutnya, pengawasan yang dilakukan selama ini cenderung formalitas — hanya berhenti di meja perizinan tanpa memastikan kualitas struktur di lapangan. “Ada indikasi fungsi kontrol teknis dari Citata tidak dijalankan secara substantif. Ini bukan sekadar kelalaian teknis, tapi bukti bobroknya tata kelola pengawasan bangunan di tingkat pemerintah kota,” tegas Awy.
Harus Ada Audit Menyeluruh dan Tanggung Jawab Hukum
Awy menambahkan, pemerintah provinsi DKI Jakarta perlu segera melakukan audit menyeluruh terhadap seluruh bangunan di bawah pengawasan Citata Jakarta Barat, khususnya yang menggunakan struktur membran dan rangka ringan. Ia juga menekankan pentingnya transparansi dalam proses perizinan dan pengawasan bangunan.
“Kasus ini jangan berhenti di permintaan maaf pengelola atau dalih cuaca ekstrem. Harus ada tanggung jawab hukum dari pihak yang lalai, baik dari pengembang maupun dari oknum pejabat pengawas,” katanya.
Publik kini menanti langkah konkret dari Pemprov DKI dan aparat penegak hukum untuk menelusuri potensi pelanggaran prosedur dalam pembangunan fasilitas elit tersebut.
Cermin Buram Tata Kota Jakarta
Insiden ini kembali membuka borok lama tata kelola pembangunan di Jakarta: lemahnya pengawasan, prosedur yang tak transparan, dan relasi yang sering tumpul antara regulator dan pengembang. Ironisnya, yang menjadi korban bukan hanya fisik bangunan, tapi juga kepercayaan publik terhadap integritas aparatur pengawas.
“Ini bukan sekadar soal bangunan roboh, tapi tentang mentalitas birokrasi yang permisif terhadap pelanggaran teknis,” pungkas Awy. ( RSD)
Hak Jawab dan Klarifikasi
Apabila ada pihak-pihak yang keberatan atau merasa dirugikan oleh pemberitaan ini, mereka berhak menyampaikan hak jawab atau klarifikasi tertulis sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Klarifikasi dapat dikirimkan ke sidikpost@gmai.com / redaksi@sidikpost.com dengan subjek HAK JAWAB – GEDUNG ROBOH DI MERUYA.
Redaksi SIDIKPOST.com akan memuat hak jawab tersebut secara proporsional sesuai kaidah jurnalistik yang berlaku.













