Putusan MK Perlu Harmonisasi: Dhoni Martien Dorong Penyeragaman Parameter Uji

SIDIKPOST | Jakarta — Perdebatan mengenai konsistensi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) kembali mengemuka setelah keluarnya Putusan No. 114/PUU-XXIII/2025 yang membatalkan sebagian Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian. Putusan ini menyatakan frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” sebagai inkonstitusional.

Namun, di sisi lain, MK mengeluarkan Putusan No. 147/PUU-XXIII/2025 yang menolak perkara serupa tanpa mempertimbangkan substansi norma yang sama.

Advertisements

Inkonsistensi tersebut menuai perhatian dari berbagai kalangan, termasuk praktisi kebijakan publik sekaligus Direktur LBH SMSI, Assoc. Prof. Dr. Dhoni Martien, S.H., M.H. Menurutnya, perbedaan pendekatan antara kedua putusan itu menyisakan ketidakpastian hukum, terutama terkait penempatan anggota Polri aktif dalam jabatan sipil.

“Mahkamah Konstitusi seharusnya menjadi penjaga kepastian hukum. Namun ketika dua putusan dengan objek norma yang sama menghasilkan pertimbangan berbeda, publik tentu mempertanyakan standar konstitusional apa yang sebenarnya digunakan,” ujar Dhoni Martien dalam keterangannya.

 

Dhoni menjelaskan bahwa Putusan 114/2025 justru dinilai membuka celah penafsiran baru terkait penugasan anggota Polri ke jabatan sipil. Sementara Putusan 147/2025 sama sekali tidak memasuki pemeriksaan materiil, sehingga tidak memberi arah yang jelas.

Baca Juga   Satlantas Polres Lebak Pasang 50 Stiker Himbauan Memakai Masker Di Angkutan Umum

“Dalam putusan 114, MK membatalkan sebagian penjelasan pasal namun tetap memberi ruang bagi penugasan tertentu. Lalu dalam putusan 147, MK memilih tidak memeriksa substansi norma. Ini menunjukkan standar uji yang tidak seragam, dan hal inilah yang mengganggu konsistensi yurisprudensi,” tambahnya.

 

Menurutnya, MK seharusnya menjaga harmonisasi putusan agar tidak menimbulkan tafsir liar di tingkat eksekutif, terutama terkait jabatan yang bersentuhan dengan sistem merit ASN. Ketidakpastian norma berpotensi merusak prinsip profesionalisme aparatur sipil negara.

Dhoni Martien juga menilai bahwa inkonsistensi tersebut berpengaruh besar terhadap tata kelola pemerintahan.

“Jika MK tidak konsisten, maka pejabat pembina kepegawaian, kementerian, dan lembaga bisa salah membaca batas konstitusional dalam menempatkan anggota Polri aktif di jabatan sipil. Dampaknya bukan hanya pada ASN, tapi pada supremasi sipil itu sendiri,” tegasnya.

 

Pada akhir pernyataannya, Dhoni meminta MK untuk merumuskan parameter uji yang seragam, terutama untuk perkara-perkara yang melibatkan konflik norma antara UU Polri, UU ASN, dan TAP MPR.

Baca Juga   Bamus Betawi 1982 Silaturrahmi Budaya ke Riau, Begini Kata Imam FBR

“Kita membutuhkan standar baku. MK harus memastikan bahwa setiap putusan yang menyangkut desain kelembagaan negara dikeluarkan berdasarkan parameter yang sama, bukan pendekatan kasus per kasus,” pungkasnya.

publik berharap MK dapat memberikan penjelasan agar kepercayaan terhadap lembaga penjaga konstitusi tetap terjaga. 

 

Penulis : Rds

Editor : Redkasi

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed